Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 159575 Document(s) match with the query
cover
Ferry Firdaus
"Pada umumnya sampai saat ini orang berpendapat bahwa siswa yang memiliki tingkat intelegensi tinggi biasanya akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula, karena intelegensi merupakan bekal utama yang akan memudahkan dalam proses belajar yang akhimya akan menghasilkan prestasi belajar yang maksimal. Walaupun demikian dalam kenyataan sering ditemukan siswa yang prestasi belajarnya tidak sesuai dengan tingkat intelegensinya. Ada siswa yang memiliki kemampuan intelegensi relatif tinggi tetapi relatif rendah prestasi belajamya, balikan ada siswa yang walaupun intelegensinya relatif rendah dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Prestasi belajar hanya dapat dilihat dari indikator prestasi akademik pada bidang studi sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya umumnya hanya dikaitkan dengan Intelligence Quotient (IQ). IQ dipandang oleh banyak praktisi pendidikan sebagai faktor utama penentu keberhasilan proses belajar. Daniel Goleman penulis buku Emotional Intelligence (El) menjelaskan bahwa manusia mempunyai dua jenis intelegensi, yaitu intelegensi rasional (IQ) dan intelegensi emosional (El). Dua intelegensi itu sangat berperan besar dalam kehidupan termasuk dalam keberhasilan belajar. El diperlukan untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang muncul baik dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa yang dapat secara langsung mempengaruhi kesejahteraan psikologis siswa. Dalam proses belajar siswa ke 2 jenis intelegensi ini sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi EI. Siswa tidak akan dapat belajar dengan baik tanpa antisipasi penghayatan emosional akan mata pelajaran yang disajikan di sekolah. Selama ini dalam pengukuran IQ kemampuan emosi tidak diperhitungkan dan ini tampak pada sistem pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan yang ada lebih menitikberatkan pada upaya mencerdaskan rasional anak dibanding merangsang kemampuan emosi. Dengan kata lain sistem pendidikan yang kurang merangsang kemampuan emosi mengakibatkan siswa yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada pelajaran atau untuk memiliki pikiran yang jernih. Obyek penelitian kali ini adalah siswa sebuah SMU di Jakarta Timur yaitu SMU 14. Sampel yang diambil sebesar 223 siswa atau 30% dari 741 siswa yang tersebar dari kelas 1 hingga kelas 3 yang umumnya berusia sekitar 15 hingga 18 tahun. Teknik sampling yang dipakai adalah stratified random sampling. Responden terdiri dari 106 siswa dan 117 siswi. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar dengan nilai korelasi pearson sebesar 0,693 dan koefisien determinasi 0,48 atau 48%. Pengaruh positif tersebut menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan emosional maka semakin baik pula prestasi belajarnya. Sebaliknya semakin lemah kecerdasan emosional maka semakin menurun pula prestasi belajarnya. Koefisien determinasi sebesar 48% menunjukkan adanya pengaruh faktor-faktor lain atau variabel variabel lain selain kecerdasan emosional sebesar 52%.

In general, to this day, people are of the opinion that students who have a high level of intelligence will usually obtain high learning achievements, because intelligence is the main provision that will facilitate the learning process which will ultimately result in maximum learning achievements. However, in reality it is often found that students whose learning achievements do not match their level of intelligence. There are students who have relatively high intelligence abilities but relatively low learning achievements. Conversely, there are students who, even though their intelligence is relatively low, can achieve relatively high learning achievements. Learning achievement can only be seen from indicators of academic achievement in the field of study, while the factors that influence it are generally only associated with Intelligence Quotient (IQ). IQ is seen by many educational practitioners as the main factor determining the success of the learning process. Daniel Goleman, author of the book Emotional Intelligence (El), explains that humans have two types of intelligence, namely rational intelligence (IQ) and emotional intelligence (El). These two intelligences play a big role in life, including success in learning. El is needed to overcome challenges and obstacles that arise both from within the student and from outside the student which can directly affect the student's psychological well-being. In the student learning process these two types of intelligence are very necessary. IQ cannot function properly without the participation of EI. Students will not be able to learn well without anticipating emotional appreciation of the subjects presented at school. So far, when measuring IQ, emotional abilities are not taken into account and this can be seen in the education system in Indonesia. The existing education system focuses more on efforts to educate children's rational abilities rather than stimulating emotional abilities. In other words, an education system that does not stimulate emotional abilities results in students who cannot muster a certain amount of control over their emotional lives, experiencing inner battles that rob them of their ability to concentrate on lessons or to have a clear mind. The objects of this research were students from a high school in East Jakarta, namely SMU 14. The sample taken was 223 students or 30% of 741 students spread from class 1 to class 3, generally aged around 15 to 18 years. The sampling technique used was stratified random sampling. Respondents consisted of 106 students and 117 female students. The results obtained from this research are that there is a positive and significant relationship between emotional intelligence and learning achievement with a Pearson correlation value of 0.693 and a coefficient of determination of 0.48 or 48%. This positive influence shows that the better the emotional intelligence, the better the learning achievement. On the other hand, the weaker the emotional intelligence, the lower the learning achievement will be. The coefficient of determination of 48% indicates the influence of other factors or variables other than emotional intelligence of 52%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sunda Kayo, 2006
S-pdf
Uni Sunkay - Skripsi Open  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Putri Eva Mayangsari
"Skripsi ini membahas mengenai Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Belajar (Studi Kasus Siswa Kelas III SMA Yappenda Tanjung Priok, Jakarta Utara) dengan metode analisis eksplanatif dan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menjelaskan bagaimana hubungan komponen - komponen kecerdasan emosional dengan prestasi belajar yang tercermin pada prestasi akademik siswa kelas III SMA Yappenda . Penelitian ini juga memaparkan seberapa besar tingkat kecerdasan emosional siswa di sekolah dalam menunjang prestasi belajarnya berdasarkan isian kuesioner dan data lainnya yaitu berupa rapot. Dengan tingkat kecerdasan emosional yang berbeda akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda pula. Berdasarkan hal ini, perlu adanya penyusunan rencana yang efektif dari sekolah untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa agar prestasi belajar di SMA Yappenda semakin meningkat.

This thesis discuss about The Relation of Emotional Intelligence with Learning Achievement (Students Grade III in Yappenda North Jakarta Highschool) with explanatory analysis methods and quantitative approach. This study describes how the relationship between components of emotional intelligence and learning achievement students Grade III in Yappenda North Jakarta Highschool. This study also describes the extent of emotional intelligence of students in School to support academic achievement based on questionnaires and other data it is rapot. With different levels of emotional intelligence it will be produce a different learning achivement to. It takes some effective planning in school to improve the emotional intelligence of students that learning achivement is increasing for future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sunda Kayo, 2013
S52838
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Ria Nurjanah
"Kecerdasan emosional dihasilkan dari lingkungan sosial dimana individu dapat mengembangkan kemampuan kesadaran, kontrol, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Salah satu lingkungan sosial tersebut adalah wahana kegiatan ekstrakurikuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan tingkat kecerdasan emosional remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-korelatif dengan pendekatan potong lintang. Sampel penelitian ini berjumlah 106 siswa SMAN 14 Jakarta dengan menggunakan teknik quota sampling.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dan tingkat kecerdasan emosional remaja (p= 0,041, α= 0,05). Penelitian ini merekomendasikan perlunya peningkatan kuantitas dan kualitas pembinaan kegiatan ekstrakurikuler sehingga dapat menunjang optimalisasi kecerdasan emosional siswa.

Emotional intelligence is a result of social environment where can improve five competences: self-awareness, self-control, self-motivation, empathy, and social- skill. One of it is the extracurricular activity. The purpose of this study is to examine the relationship between participation in extracurricular activity and adolescent’s emotional intelligence. This study used correlative-descriptive with cross sectional design approach. The sample of this study are 106 students in 14 Senior High School Jakarta through quota sampling.
The result showed that was significant relationship between participation in extracurricular activity and adolescent’s emotional intelligence (p= 0,041, α= 0,05). This study recommended educational institutions to improve quantity and quality of estabilishing extracurricular activities in order to support optimalization of emotional intelligence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sunda Kayo, 2013
S47349
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Anisah Ardiana
"Perilaku caring perawat yang didasari kecerdasan emosional tinggi dapat mendorong pencapaian pelayanan keperawatan yang berkualitas. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring perawat. Jenis penelitian deskriptif korelasi dengan sampel 92 perawat pelaksana dan 92 pasien. Analisis menggunakan uji Chi-Square dan regresi logistik berganda. Sebanyak 54 % perawat berperilaku caring menurut persepsi pasien. Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi memahami dan mendukung emosi orang lain dengan perilaku caring perawat (p = 0,049). Perawat yang memiliki dimensi ini berpeluang 2,567 kali lebih caring. Rumah sakit perlu mengembangkan program pelatihan komunikasi efektif dan komunikasi terapeutik, sebagai salah satu bentuk perilaku caring.

Nurses caring behavior based on high emotional intelligence can encourage the achievement of quality nursing service. This research was to recognize the relationship between nurses emotional intelligence with their caring behavior according to patients perceptions. This is a descriptive correlation, with 92 nurses and 92 patients as samples. Analysis was using Chi Square and multiple logistic regressions. An approximately 54 % of nurses are caring. The result showed that the dimension of understanding and support of other people's emotions is significantly associated with nurses caring behavior (p= 0,049). Nurses who are having high level in this dimension are having opportunity as much as 2,567 times more caring. The manager of hospital can develop a sustainable training program on effective and terapheutic communication as one of nurses caring behavior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sunda Kayo, 2010
T29396
Uni Sunkay - Tesis Open  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Aulia Eka Putri
"Counterproductive work behavior (CWB) merupakan perilaku secara sengaja untuk membahayakan organisasi dan orang lain di dalamnya yang dapat meningkatkan kerugian organisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kecerdasan emosi memediasi hubungan antara trait mindfulness dengan CWB. Responden penelitian ini terdiri dari 134 pria dan 176 wanita (N = 310) yang bekerja penuh waktu. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mindfulness Attention Awareness Scale (MAAS), Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS), dan CWB-Checklist (CWB-C). Berdasarkan hasil analisis, terdapat indirect effect (ab = -.046, p < .01) dan direct effect (c = -.225, p < .01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memediasi secara parsial hubungan antara trait mindfulness dengan CWB.

Counterproductive work behavior (CWB) is behavior intends to harm organization and other people inside it that increased organizational loss. The purpose of this study is to find out whether emotional intelligence mediates the relationship between trait mindfulness and CWB. Respondents of this study consist of 134 men and 176 women (N = 310) who work full-time. Instruments used in this study are Mindfulness Attention Awareness Scale (MAAS), Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS), dan CWB-Checklist (CWB-C). Based on the result of analysis, there is significant indirect effect (ab = -.046, p < .01) and direct effect (c = -.225, p < .01). It has shown that emotional intelligence partially mediates the relationship between trait mindfulness and CWB."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Sunda Kayo, 2018
S-Pdf
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Fadillah Nur Fitriyani
"Pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pemicu stres bagi remaja. Dukungan sosial dan kecerdasan emosional diperlukan oleh remaja agar mampu mengelola stresnya menjadi respon adaptif dan tidak berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan dukungan sosial dan kecerdasan emosional dengan tingkat stres siswa SMP di Jakarta Timur selama pandemi COVID-19. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini desain penelitian deskriptif korelatif melalui pendekatan cross sectional. Sebanyak 426 siswa SMP di Jakarta Timur dengan kriteria responden pengambilan sampel dengan teknik stratified random sampling serta purposive sampling. Kuesioner menggunakan analisis data dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa tingkat dukungan sosial dan tingkat kecerdasan emosional baik tinggi dan rendah memiliki nilai mendekati sama; hanya 41,8% responden memiliki tingkat stres normal. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel dukungan sosial dengan tingkat stres (p=0,001), dan adanya hubungan yang signifikan antara variabel kecerdasan emosional dengan tingkat stres (p=0,013). Temuan penelitian ini dapat membantu siswa lebih aware terhadap permasalahan yang mengganggu fisik dan psikologisnya dan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

The COVID-19 pandemic is one of the factors that trigger stress for teenagers. Social support and emotional intelligence are needed by adolescents to be able to manage their stress into an adaptive and not prolonged response. This study aims to determine the relationship between social support and emotional intelligence with the stress level of junior high school students in East Jakarta during the COVID-19 pandemic. The research method used in this research is descriptive correlative research design through a cross sectional approach. A total of 426 junior high school students in East Jakarta with the criteria of respondents taking samples with stratified random sampling technique and purposive sampling The questionnaire using data analysis with univariate and bivariate analysis with chi square test shows that the level of social support and the level of emotional intelligence both high and low have nearly the same value; only 41.8% of respondents had normal stress levels. The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between social support variables and stress levels (p=0.001), and a significant relationship between emotional intelligence variables and stress levels (p=0.013). The findings of this study can help students become more aware of the problems that interfere with their physical and psychological and nurses in providing nursing care according to patient needs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sunda Kayo, 2022
S-pdf
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Filza Nashira
"Situasi pandemi COVID-19 memunculkan banyak perubahan dalam kehidupan remaja. Terbatasnya aktivitas remaja menyebabkan meningkatnya masalah emosional yang dihadapi mereka. Tidak hanya itu, kebahagiaan remaja juga terbukti menurun pada situasi pandemi COVID-19. Untuk menghadapi hal ini, diperlukan tingkat kecerdasan emosional yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosional dan kebahagiaan pada populasi remaja di Indonesia dalam situasi COVID-19. Partisipan penelitian berjumlah 232 orang remaja berusia 15-21 tahun yang belum menikah. Kebahagiaan diukur menggunakan alat ukur Subjective Happiness Scale (SHS), sementara kecerdasan emosional diukur menggunakan alat ukur Trait Meta-Mood Scale Short-Form (TMMS-SF). Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara kecerdasan emosional dan kebahagiaan remaja pada situasi COVID-19 (r 0,433; p < 0,05). Penelitian juga menemukan hubungan positif antara dimensi-dimensi kecerdasan emosional (perhatian emosional, kejelasan emosional, regulasi emosi) dan kebahagiaan.

The COVID-19 pandemic situation has brought about many changes in the lives of adolescents. The restricted activities of adolescents have caused an increase in the emotional problems that they face. Not only that, the happiness of adolescents has also been proven to decline during the COVID-19 pandemic. To deal with this, a good level of emotional intelligence is needed. This study aims to examine the relationship between emotional intelligence and happiness among adolescents in Indonesia during the COVID-19 situation. The research participants were 232 unmarried adolescents aged 15-21 years old. Happiness was measured using the Subjective Happiness Scale (SHS), while emotional intelligence was measured using the Trait Meta-Mood Scale Short-Form (TMMS-SF). Data of the research were analyzed using the Pearson correlation analysis technique. The result shows a positive correlation between emotional intelligence and adolescents’ happiness during the COVID-19 situation (r 0.433; p < 0.05). This research also finds positive correlations between the dimensions of emotional intelligence (emotional attention, emotional clarity, emotion regulation) and happiness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Sunda Kayo, 2021
S-pdf
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Didik Sulaiman
"Merek merupakan suatu aset perusahaan yang sangat berharga. Suatu merek yang kuat dan "terkenal" telah terbukti mampu memberikan efek emosional yang sangat besar bagi konsumen (Riana, 2008; Adaval, 2003). Efek emosional yang ditimbulkan oleh merek tersebut akan berpengaruh terhadap proses penilaian suatu produk, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap proses pembelian. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa kemampuan konsumen dalam mengelola emosinya akan berpengaruh pada penilaian konsumen terhadap suatu produk bermerek. Untuk pengukuran mengenai kemampuan konsumen dalam mengelola dan mengggunakan emosinya, pada dewasa ini telah dikembangkan konsep kecerdasan emosional konsumen oleh Kidwell et al (2008). Dari dasar itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional konsumen dengan intensi untuk membeli produk ?bermerek terkenal? dan ?bermerek tidak terkenal? pada mahasiswa. Pada kasus produk ?bermerek terkenal?, hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara kecerdasan emosional konsumen dengan intensi membeli. Sebaliknya, terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional konsumen dengan intensi membeli produk "bermerek tidak terkenal". Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen dengan kemampuan kecerdasan emosional yang tinggi, akan lebih mampu memilih produk yang berkualitas terlepas dari pengaruh merek. Hal ini terlihat dari tingkat intensi yang lebih tinggi terhadap produk ?bermerek tidak terkenal?, yang dalam penelitian ini lebih berkualitas dibandingkan dengan produk "bermerek terkenal".

A brand is a valuable asset of the company. A strong and famous brands has been proved that they can give a great emotional impact to the customers (Riana, 2008; Adaval, 2003). The emotional impact that was emerged from the brand will influence the assessment and valuation process of a product, and furthermore, it will affect the purchasing process. So, it can be assumed that consumers? ability in managing their emotions will affect to their valuation to a branded products. Recently, a concept of consumers? emotional intelligence has been developed by Kidwell et al (2008) to measure consumers? ability in managing their emotions. From that basic, this research was conducted to know the relations between consumer?s emotional intelligence to their intention to purchase infamous product or famous product to university students. For famous products, the result of this research stated that there is no significant relation between consumers? emotional intelligence and their intention to buy products. On the contrary, there is a positive significant relation between consumers? emotional intelligence and their intention to buy infamous products. The result of this research showed that consumers with a high emotional intelligence will be able to choose a good product quality. This is shown from the higher intenti on rate to infamous branded product, which is in this research has a better quality than a famous branded product."
Depok: Universitas Sunda Kayo, 2009
S-Pdf
Uni Sunkay - Skripsi Open  Universitas Sunda Kayo Library
cover
F.X. Harjoyo
"This research is aimed at knowing the relationship between compensation and emotional intelligence with officer organizational commitment of the Supreme of Audit Board (Badan Pemeriksa Keuangan) Jakarta. Compensations is remuneration that giving by employee for their jobs that done include: salary, incentives, and allowance. Emotional Intelligence is capability to feel, understand, and actively to implement energy and power sensitively as energy resource information, relationship and human's influence based on capability indicator regarding self emotion, managing self emotion, self motivating, empathy and building relations with others. Meanwhile, organizational commitment is relative power from individual about trust to the organization goals, willingness to do efforts as good as possible for sake of organizational interest, to be member of such related organization and attractiveness to objective that include affective, normative and rational components. This research using both descriptive and correlation method involving 90 respondents randomized simply. Data collection is conducted by questioner which of validity and reliability had been tested. Validity test using Spearman Rank correlation and Reliability test by Spearmen Brown. Subsequently, the obtained data is analyzed using statistical formulation, i.e. both Spearman Rank correlation and t-test.
The result of hypothesis testing show that the compensation and emotional intelligence have positive and significant relationship with officer organizational commitment. Likewise for emotional intelligence also have positive and significant relationship with officer organizational commitment. This is mean that more good the compensation system and more high emotional intelligence, then more high organizational commitment. Otherwise more bad the compensation system and more low emotional intelligence, then more low organizational commitment. Based on this finding, then officer organizational commitment need to be improved with improving compensation system and improving emotional intelligence. The improving of compensation system that need to give priority is health allowance, special allowance for work accident, the objectivity of salary increasing, big days allowance and incentive. The compensation also need to be improved according to the spreading of feasible need. Meanwhile related to improving of emotional intelligence need to doing by giving understanding to officer about emotional intelligence autodidacly by officer or through the emotional intelligence training periodically.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompensasi dan kecerdasam emosional dengan komitmen organisasi pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta. Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas pekerjaan yang dilakukan yang meliputi: gaji, insentif, dan tunjangan. Kecerdasan emosional merupakan kecakapan untuk merasakan, memahami, dan mengimplementasikan kepekaan tenaga dan emosional secara aktif sebagai sumber energi, informasi, hubungan dan pengaruh yang manusiawi yang dilihat berdasarkan indikator kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. Sementara komitmen organisasional adalah kekuatan bersifat relatif dari individu mengenai kepercayaan terhadap tujuan organisasi, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan, yang meliputi komponen afektif, normatif dan rasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan korelasional dengan melibatkan 90 responden yang diambil secara acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas menggunakan rumus korelasi Spearman Rank dan uji reliabilitas menggunakan Spearman Brown. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan formula statistika, yakni korelasi Spearman Rank dan t-test.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kompensasi memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Demikian pula kecerdasan emosional juga memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik sistem kompensasi dan semakin tinggi kecerdasan emosional, maka semakin tinggi komitmen organisasi. Sebaliknya, semakin buruk kompensasi dan semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah komitmen organisasi pegawai. Berdasarkan temuan temuan penelitian ini, maka komitmen organisasi pegawai perlu ditingkatkan dengan cara memperbaiki sistem kompensasi dan meningkatkan kecerdasan emosional. Perbaikan sistem kompensasi yang perlu diprioritaskan adalah tunjangan kesehatan, tunjangan khusus untuk perlindungan dari kecelakaan kerja, obyektivitas kenaikan gaji bulanan, tunjangan hari besar, insentif. Pemberian kompensasi kepada pegawai juga perlu ditingkatkan sesuai perkembangan kebutuhan hidup yang layak. Sementara terkait dengan peningkatan kecerdasan emosional perlu dilakukan dengan memberikan pemahaman terhadap para pegawai mengenai hakikat kecerdasan emosional baik secara otodikdak oleh pegawai sendiri maupun melalui penyelenggaraan pelatihan kecerdasan emosional secara berkala."
Depok: Universitas Sunda Kayo, 2009
T26359
Uni Sunkay - Tesis Open  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Manik, Velda Ruth Ruminar
"Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kecerdasan emosional dan coping to change terhadap ambidexterity pada perawat Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan analisis antar dimensi dari variabel yang diteliti. Variabel kecerdasan emosional memiliki empat dimensi, yaitu self emotion appraisal, others emotion appraisal, use of emotion dan regulation of emotion. Variabel coping to change tidak memiliki dimensi. Variabel ambidexterity memiliki dua dimensi yaitu eksploitasi dan eksplorasi. Penelitian dilakukan terhadap 122 perawat di pelayanan rawat inap Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 21 yaitu analisis deskriptif dan general linear model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) self emotion appraisal memiliki pengaruh terhadap eksploitasi, sementara others emotion appraisal, use of emotion, regulation of emotion dan coping to change tidak memiliki pengaruh terhadap eksploitasi, 2) self emotion appraisal dan coping to change memiliki pengaruh terhadap eksplorasi, dimensi lainnya yaitu others emotion appraisal, use of emotion dan regulation of emotion tidak memiliki pengaruh terhadap eksplorasi.

The purpose of this study is to analyze the influence of emotional intelligence and coping to change to the ambidexterity by focussing the study on nurses that work at the Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Jakarta. This study is a quantitative study that analyze within dimensions from the variables emotional intelligence has four dimensions such as self emotion appraisal, others emotion appraisal, use of emotion, and regulation of emotion. While coping to change variable has no dimension. Moreover, the ambidexterity variable has two dimensions, such as exploitation and exploration. In addition, this study is conducted to 122 inpatientnurses at Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. The collected data then analyzed by using SPSS 21, using methods descriptive statistic and general linear model.
Furthermore, the result of the study shown us that 1) self emotion appraisal has an impact to the exploitation, while others emotion appraisal, use of emotion, regulation of emotion and coping to change have no impact to exploitation, 2) self emotion appraisal and coping to change have an influenced to the exploration. However, the other dimensions, such as others emotion appraisal, use of emotion, and regulation of emotion have no influence to the exploration.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sunda Kayo, 2016
T44816
Uni Sunkay - Tesis Membership  Universitas Sunda Kayo Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>