Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 111539 Document(s) match with the query
cover
Lieke Lianadevi Tukgali
"Disertasi ini membahas mengenai fungsi sosial dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Asas fungsi sosial yang terdapat pada Pasal 6 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), yakni semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanah tersebut dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Tetapi tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum/kepentingan masyarakat.
Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling mengimbangi. Asas fungsi sosial ini tidak akan berubah, akan tetap saja. Namun penafsiran menjadi berubah-ubah tergantung pada kebijaksaan pemerintah. Dalam perlindungan hukumnya, pengadaan tanah untuk kepentingan umum secara wajib telah ada yaitu dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961, namun secara sukarela hanya dalam bentuk Peraturan Presiden saja, yaitu terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 20005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, yang tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 digunakan hanya sekali saja, sedang selain ini tetap digunakan pengadaan tanah secara sukarela, walaupun pelaksanannya secara wajib, yakni dengan musyawarah semu, dengan cara intimidasi.
Dengan teori Utilitarianisme Jeremy Bentham untuk kepastian hukum dengan memandang nilai kemanfaatan serta teori Utilitarianisme Jhering, penulis mencoba mencari jawaban fungsi sosial dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yakni keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan umum yang diselaraskan dalam fungsi sosial hak atas tanah.

The following dissertation is outlining about the social functions in respect to land procurement for public interest purposes. The fundamental of social function in the Article 6 of Law no 5 of 1960 (UUPA), defines that all land rights have its social function, meaning that the rights of any lands which attached to individual shall be used for public interest, and shall not be used for individual interest. Such definition does not mean that the individual interest will be urged by the public interest. Each public and individual interest shall be well-balanced.
Nevertheless, such fundamental will never be changed, and must be fixed no matter what, but the definition can be varied depending on the Government Policy. In legal protection context, the principle of procurement land for public interest purposes has already been formed and governed in the Law No. 20 of 1961, and lastly governed in the Presidential Regulation no.36 of 2005 juncto Presidential Regulation No.65 of 2006, which had no juridiction. However, The law no.20 of 1961 was only implemented once, apart from that, the common procedure of procurement land still accomplished voluntarily by holding apparent conferences and discussions, and by conducting intimidation.
By considering the benefit value and applying Jeremy Bentham Utilitarianism theory to seek legal certainty, as well as applying Jhering Utilitarianism theory, the writer trying to find the answer of social functions in respect to land procurement for public interest purposes, that is to harmonize between individual and public interest in accordance to social functions itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo, 2010
D1133
Uni Sunkay - Disertasi Open  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Maya Yuristha Payoga Putri
"Pengadaan Tanah menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dalam praktiknya sering kali masyarakat dirugikan dalam pengadaan tanah.Permasalahan yang kerap kali melatar belakangi timbulnya sengketa pengadaan tanah ialah penolakan masyarakat setempat terhadap lokasi pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan yang berakibat kerugian terhadap pemegang hak atas tanah.
Tesis ini membahas mengenai sengketa pengadaan tanah untuk pembangunan Bandar udara baru di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Kulon Progo antara 43 warga Kulon Progo dengan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan menganalisa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah mengabulkan gugatan warga Kulon progo tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik pengadaan tanah untuk pembangunan Bandar Udara Kulon Progo beserta dengan tahapan-tahapan pengadaan tanah ditinjau dari Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 dan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan peraturan perundangan-undangan yang lain tercermin dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara nomor 07/6/2015/PTUN.YK tanggal 6 Juli 2015.Bentuk penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yang didasarkan pada bahan pustaka atau data sekunder.
Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan yang berdasarkan data pustaka dan norma-norma hukum tertulis dengan mengkaji penerapan atas kaidah maupun norma dalam hukum positif. Tipe penelitian yang digunakan penulis bersifat eksplanatoris.
Hasil penelitian diperoleh bahwa dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Bandar udara Kulon Progo telah dilakukan sesuai tahapan-tahapan yang termuat dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum namun dalam pelaksanaan tahapan-tahapan tersebut yang tidak sempurna sehingga menimbulkan sengketa antara para pihak.

According to the Land Acquisition Act Number. 02 of 2012 on Land Acquisition for Development for Public Interest?s activities to provide land by way of giving proper and fair compensation to those who are entitled to receive such proper compensation and fair to the entitled party. In practice most of the time the local communities suffer caused by land acquisition process. The origin problems are often the emergence of the dispute of the land acquisition is that local community rejected against the location of the land acquisition for development purposes which resulted lost to the title holders. The issues which often happen to be the background of the occurrence of the disputes in land acquisition is the rejection of the local communities towards the location of the land acquisition for the development which causes disadvantages for the land title holders.
This thesis discusses the dispute of the implementation land acquisition for the construction of a new airport in Yogyakarta, especially in the regency of Kulon Progo between 43 local citizens with the Governor of Special Region of Yogyakarta, by analyzing the Verdict of the Administration Court that has been in favor of the citizens of Kulon Progo.
This Study aimed to find out how the implementation of land acquisition for the construction of the Kulon Progo?s new Airport along with the stages of land acquisition in term of Law Number 2 of 2012 and determine how the application of Law No. 2 of 2012 and the laws and the regulations that reflected in The State Administrative Court?s Verdict number 07/6/2015 PTUK YK. Dated July, 6th 2015.This study forms a normative juridical research, which is based on library materials or secondary data.
This research uses library research based on literature data and legal norms written by reviewing the implementation of the rules and norms of the positive law. This type of research used by the author is explanatory.
The result showed that the implementation of land acquisition for the construction of airport Kulon Progo has been executed in accordance with the stages contained in Law Number 2 of 2012 on Land Acquisition for Development for Public Interest, but in the implementation of the steps has not sufficiently Implemented which, causes dispute between the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo, 2016
T45000
Uni Sunkay - Tesis Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Zhafirah Zhafarina
"Tesis ini membahas permasalahan penetapan nilai ganti kerugian pengadaan tanah dalam kasus pembangunan Tol Trans Jawa di Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Malang. Pihak yang berhak tidak sepakat dengan nilai ganti kerugian yang ditawarkan oleh Panitia Pengadaan Tanah karena merasa nilai tersebut tidak layak dan adil. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain evaluatif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa penetapan nilai ganti kerugian oleh Penilai dilakukan secara transparan dan seharusnya pihak yang berhak yang berkeberatan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri atau Panitia Pengadaan Tanah menempuh cara konsinyasi sesuai jangka waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan agar pengadaan tanah tidak terhambat.

This thesis discusses the problem of determination of the value of compensation for land acquisition in the case of the construction of the Trans Java toll in Jombang Regency, Mojokerto Regency and Malang City. The parties that has the right disagrees with the value of of compensation offered by Land Acquisition Committee because they feel the value is not well worth and fair. This study is a qualitative research design evaluative.
Results of the study suggest that the determination of the value of compensation by the Valuer must be transparent and should the party entitled to file a lawsuit objecting to the District Court or the Land Acquisition Committee to take on consignment in accordance period of time determined by the legislation so that the land acquisition is not obstructed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo, 2016
T46596
Uni Sunkay - Tesis Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Umaya Indah Syafitri
"Kemacetan adalah salah satu masalah urgent yang ada di ibukota dan menuntut untuk segera diselesaikan. Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah tersebut, namun keterbatasan tanah untuk pembangunan menuntut harus diadakannya pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada pembangunan MRT di Kota Administrasi Jakarta Selatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengadaan tanah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan postpositivisme.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan MRT belum berjalan secara efektif sehingga progresnya lambat. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengadaan tanah antara lain yaitu aktor pengadaan tanah, tujuan pengadaan tanah, metode sosialisasi, dan kompensasi yang diberikan.

Congestion is one of the urgent issue in the capital and demanded to be immediately resolved. The development of Mass Rapid Transit (MRT) is expected to be a solution over the issue , but limited ground for development forced the government to do new job, land acquisition. This research aimed to analyze how the implementation of land acquisition for the public interest on the construction of Mass Rapid Transit (MRT) in South Jakarta and to analyse the factors that influence of land acquisition process. This research using qualitative method with postpositivisme as the approach.
The result showed that the implementation of land acquisition for MRT project has not been effectively so that the progress too slow. It caused by several factors such as the actor of land acquisition, the purpose of land acquisition , the method of socialization, and the compensation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sunda Kayo, 2016
T46278
Uni Sunkay - Tesis Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Hehuwat, Tara Samantha
"Secara garis besar, penelitian ini membahas mengenai pengaturan terkait penetapan ganti kerugian dalam pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan studi kasus putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 486/PDT/2017/PT.BDG. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan keseluruhannya dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif serta tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan penghitungan ganti kerugian dalam musyawarah penetapan ganti kerugian telah dilakukan antara Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dan pemegang hak atas tanah dengan berpedoman pada Standar Penilaian Indonesia nomor 306 serta petunjuk teknisnya yang dibuat oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia selaku asosisasi profesi penilai di indonesia.
Kemudian penelitian ini juga menunjukkan bahwa penyelesaian dari adanya kesalahan berkaitan dengan penerima pemberian ganti kerugian dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana ternyata dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 486/PDT/2017/PT.BDG dilakukan dengan Tergugat yang diharuskan oleh Majelis Hakim untuk membayarkan ganti kerugian kepada Penggugat atau melalui jalur konsinyasi atau menitipkan uang ganti rugi di pengadilan. Hasil penelitian menyarankan kepada instansi-instansi yang akan melakukan pembebasan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, khususnya Panitia Pembebasan Tanah (P2T), agar selalu teliti dan mendetil dalam memeriksa berkas-berkas yang diserahkan oleh pemegang hak atas tanah. Selain itu, alangkah lebih baik apabila dapat berkoordinasi secara aktif dengan Lurah dan Camat setempat agar ke depannya tidak terjadi lagi kesalahan yang berkaitan dengan identitas pemegang hak atas tanah, dan kepada pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan terkena pembebasan tanah, hendaknya selalu bersikap kritis selama proses pembebasan tanah berlangsung agar hak-haknya tetap terlindungi.

This thesis discusses land procurement for public purposes, determination of compensation in land acquisition, as well as a case study on the decision of the West Java High Court Number 486/PDT/2017/PT.BDG. This type of research is normative juridical and the whole is done using qualitative research methods and descriptive research types. This research shows that the application of the compensation calculation in the deliberations on determining compensation has been carried out between the Land Procurement Committee and the holder of land rights by referring to Standar Penilaian Indonesia number 306 and its technical instruction that was made by the Indonesian Appraiser Profession Society as the appraisal profession association in Indonesia. Subsequently, this research also
shows that the settlement of the error related to the recipient of compensation for the land procurement for public purposes as evidenced in the Decision of the West Java High Court Number 486/PDT/2017/PT.BDG conducted with the Defendant required by the Panel of Judges to pay the compensation to the Plaintiff or through
consignment or leaving compensation money in court. The results of this research suggest to the institutions that will conduct land procurement for public purposes, especially the Land Procurement Committee, to always be thorough and detailed in examining the files submitted by the holder of land rights. In addition, it would be better for the Land Procurement Committee to coordinate with the local Lurah and Camat so that there will not be any problem regarding the identity of the holder of land rights, and to the holder of land rights whose land will be affected by the land procurement, should always be critical during the process of land procurement so that their rights remain protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo, 2020
T-pdf
Uni Sunkay - Tesis Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Zhakirah Zatalini Irawan
"ABSTRACT
Isu hukum pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan permasalahan yang sering terjadi saat ini. Permasalahan tersebut timbul dalam UU No. 2 Tahun 2012 yang mengatur asas kesepakatan dan musyawarah. Pada praktiknya, musyawarah penetapan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 37 UU No. 2 Tahun 2012 seringkali tidak mencapai kesepakatan. Dalam hal pihak yang berhak atas tanah menolak atau tidak tercapainya kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, maka instansi yang membutuhkan tanah mengambil langkah selanjutnya dengan menitipkan jumlah ganti rugi (konsinyasi) di pengadilan negeri setempat atas keputusan sepihak. Konsinyasi yang diatur dalam Pasal 42 UU No. 2 Tahun 2012 merupakan suatu penyimpangan karena bertentangan dengan asas kesepakatan dan esensi musyawarah sehingga bukan merupakan jalan keluar yang dapat ditempuh dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besar ganti kerugian. Penelitian ini akan menguraikan permasalahan tersebut dan menjelaskan pelaksanaan pengadaan tanah yang dapat dilakukan apabila musyawarah penetapan ganti kerugian tidak mencapai kesepakatan. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 1960 adalah pelaksanaan pengadaan tanah yang dilaksanakan apabila dalam musyawarah penetapan ganti kerugian tidak mencapai kesepakatan.

ABSTRACT
The legal issue of land acquisition for development in the public interest is a problem that often occurs today. These problems arise in Act No. 2 of 2012 which regulates the principles of agreement and deliberation. During practice, the deliberations for compensation determination stipulated in Article 37 of Act No. 2 of 2012 often does not reach an agreement. In the event that the party entitled to the land refuses or does not reach an agreement regarding the form and / or the amount of compensation, the agency that needs the land takes the next step by entrusting the amount of compensation (consignment) in the local district court for a unilateral decision. The consignment that stipulated in Article 42 of Act No. 2 of 2012 is a deviation because it is contrary to the principle of agreement and the essence of deliberation so that it is not a solution that can be taken in the case of those who have the right to reject forms and / or the amount of compensation. This study will describe these problems and explain the implementation of land acquisition that can be done if the compensation determination deliberation does not reach an agreement. The research method in this paper is normative juridical. The results of the study indicate that the revocation of land rights stipulated in Act No. 20 of 1960 is the implementation of land acquisition carried out if in the deliberation of compensation determination does not reach an agreement."
2019
S-Pdf
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Rini Ismiati
"Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sangat rawan dalam pelaksanaannya karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sedangkan proses pengadaan tanah dalam hal pembebasan tanah tidak akan terlepas dari masalah ganti rugi, oleh karena itu dalam menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi harus dilakukan musyawarah untuk mencapai kesepakatan dan tidak dibenarkan adanya paksaan.
Dalam pembebasan tanah untuk pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Panitia Pengadaan Tanah dalam musyawarah telah menetapkan ganti rugi dalam bentuk uang, sedangkan musyawarah dilakukan hanya untuk menetapkan besarnya saja. Sehingga dalam pelaksanaannya terdapat pemilik yang keberatan dengan ganti rugi dalam bentuk uang dan menuntut ganti rugi dalam bentuk tanah pengganti.
Dari latar belakang tersebut, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi penentuan pemberian ganti rugi kepada masyarakat dalam rangka pengadaan tanah untuk digunakan sebagai TPA Cipeucang Tangerang Selatan, apabila dikaitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa musyawarah penentuan pemberian ganti rugi tidak dilakukan secara konsekuen karena masyarakat tidak diberikan pilihan bentuk ganti rugi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 sehingga terdapat pemilik yang keberatan menerima ganti rugi dalam bentuk uang.
Disarankan agar untuk pengadaan tanah selanjutnya, Panitia Pengadaan Tanah dapat melakukan musyawarah untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi secara konsekuen, tanpa ada paksaan serta memberi ganti rugi dengan memperhatikan faktor-faktor sosial dan ekonomi masyarakat yang tanahnya dibebaskan.

Land acquisition for the development for public interest is highly vulnerable on its implementation as it is strongly related to public livelihood concern. The land acquisition process itself in terms of land relinquishment, however, will never be apart of compensation matter. Consequently, it shall be discussed in setting form and value of the compensation to reach out agreement and any coercion is prohibited.
In the land acquittalaimed for landfill project of Cipeucang by the Local Government of South Tangerang, the Land Acquisition Committee, in the discussion, had stipulated the compensation in the form of cash, whereas the discussion was carried out to set the value only. In consequence, as it is implemented there was objection from the land lords on the form of cash and they demanded the compensation in the form of substituted land.
Build upon this background, it is deemed necessary to conduct some research to answer the question of how the setting of compensation to the public was implemented in terms of land acquisition aimed for landfill of Cipeucang, South Tangerang, associated with the Regulation of the President of the Republic of Indonesia Number 65 of 2006.
The research result reveals that the discussion of setting the compensation was not consequently conducted because the community was not given options regarding to the compensation forms as stipulated in the Regulation of the President of the Republic of Indonesia Number 65 of 2006 and it resulted objection from the land owners on compensation in the form of cash.
It is suggested for the future, the Land Acquisition Committee could consequently discuss to set the form and value of compensation, without any coercion and give compensation by considering social and economic factors of the community whose land is acquitted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo, 2013
T34854
Uni Sunkay - Tesis Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Ismail Hafidzy Tawakal
"Saat ini, pemerintah sedang gencar dalam membangun Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dalam negeri. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu aspek terpenting dalam pembangunan PSN adalah ketersediaan tanahnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tanah untuk pembangunan PSN, cara utama yang digunakan oleh pemerintah adalah dengan melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Penelitian ini membahas tentang bagaimana kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada Proyek Strategis Nasional (PSN), khususnya setelah diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja dan bagaimana implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, yaitu melalui studi kepustakaan baik terhadap peraturan perundang-undangan maupun sumber literatur lainnya. Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya membawa beberapa pengaturan baru terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang memberikan dampak signifikan dalam kemudahan pembangunan PSN. Namun, pengaturan pengadaan tanah baru tersebut menimbulkan permasalahan karena terdapat pengaturan yang bertentangan dengan esensi pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang seharusnya. Dalam pelaksanaannya, kemudahan yang diberikan untuk pengadaan tanah PSN tidak selamanya berjalan dengan baik. Seringkali pelaksanaan  pengadaan tanah PSN mendapatkan penolakan yang besar dari masyarakat. Hal tersebut karena kemudahan pengadaan tanah yang diberikan justru mengesampingkan hak-hak masyarakat dan bahkan mengesampingkan aspek keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, pengadaan tanah PSN sudah seharusnya dilakukan dengan merujuk pada esensi pengadaan tanah seharusnya. Dengan begitu, hak-hak dari masyarakat yang terdampak dapat terjamin dan kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. 

Currently, the government is intensively promoting National Strategic Projects (PSN) to meet domestic infrastructure needs. One of the most critical aspects of PSN development is the availability of land. To fulfill land requirements for PSN development, the primary method employed by the government is land acquisition for public interest. This research examines the policies surrounding land acquisition for public interest in the context of National Strategic Projects (PSN), particularly after the enactment of the Omnibus Law (Job Creation Law), and evaluates the implementation of these policies. The research adopts a doctrinal method, utilizing a literature-based approach by analyzing statutory regulations and other relevant sources. The Job Creation Law and its derivative regulations introduce several new provisions related to land acquisition for public interest, significantly facilitating the development of PSN. However, these new regulations pose challenges as some provisions conflict with the fundamental principles of land acquisition for public interest. In practice, the ease provided for PSN land acquisition does not always proceed smoothly. Frequently, the implementation of PSN land acquisition faces strong resistance from the public. This resistance arises because the ease of land acquisition often disregards community rights and even neglects environmental sustainability aspects. Therefore, PSN land acquisition should adhere to the essence of proper land acquisition. By doing so, the rights of affected communities can be safeguarded, and public welfare can be improved. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo, 2025
S-pdf
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Chantiqa Shakira Dewi
"Lembaga Konsinyasi merupakan Lembaga hukum yang disediakan undang-undang sebagai salah satu cara hapusnya perikatan melalui tindakan penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan. Yang menjadi dasar hukum adanya Lembaga ini adalah Pasal 1381 dan Pasal 1404 sampai dengan Pasal 1412 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Lembaga Konsinyasi juga diterapkan dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah demi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU No. 2 Tahun 2012). Dalam Lembaga Konsinyasi, terdapat dua aspek yang menjadi syarat sah keabsahannya, yakni penawaran pembayaran dan penitipan atau penyimpanan di pengadilan. Pada kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Lembaga Konsinyasi tidak hanya digunakan untuk memberikan ganti kerugian kepada pihak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Ketentuan-ketentuan inilah yang digunakan sebagai dasar permohonan penitipan ganti kerugian oleh Pemohon dalam Penetapan Nomor 01/Pdt.P/2012/PN.Tjg dan Penetepan Nomor 19/Pdt.P/2016/PN.Kag.
Consignment Institution is a legal institution provided by law as a way to terminate an agreement through an act of offering cash payment followed by safekeeping. The legal basis of this institution is regulated on Article 1381 and Article 1404 until Article 1412 of the Civil Code. Consignment institution is also applicable on land acquisition matters based on public interest according to the Law Number 2 of 2012 regarding Land Procurement for Development in the Public Interest (Law No. 2 of 2012). In the Consignment Institute, there are two aspects that become legal requirements, which consist of the offer of payment and safekeeping in court. On the matters of land procurement in the public interest, the Consignment Institutions does not only applicable on providing compensation itself. These provisions are used as a basis for the application on safekeeping of the damages by the Applicant on Court Decision No. 01/Pdt.P/2012 PN.Tjg and Court Decision No. 19/Pdt.P/2016/PN.Kag."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo , 2020
S-pdf
Uni Sunkay - Skripsi Membership  Universitas Sunda Kayo Library
cover
Try Indriadi
"Penelitian ini membahas mengenai mekanisme pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum serta ganti kerugian yang ditawarkan oleh pemerintah serta upaya pemerintah untuk mengembalikan fungsi sosial dalam melakukan permukiman kembali. Untuk membahasnya, penulis melakukan penelitian secara yuridis normatif dengan tipe eksplanatoris. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang berkaitan dengan pengaturan pengadaan tanah di Indonesia.
Mekanisme dalam pelaksanaan pengadaan tanah yang bergantung pada jenis kepentingan umum yang dijabarkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Serta proses yang harus dijalani pemerintah untuk mengembalikan kenikmatan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebelum adanya pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Kemudian kesimpulan yang dapat diambil adalah mekanisme dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum masih harus dilakukan kajian lebih lanjut akan kesiapan permukiman kembali yang akan diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

This study discusses the mechanism of land acquisition for development for the public purpose as well as the compensation offered by the government and government efforts to restore social functions in the implementation of resettlement. For study purpose, the author has conducted a study with the normative juridical type of explanatory type. Data have been collected through using secondary data relating to the regulation of land acquisition for public purpose in Indonesia.
The mechanism in implementing land acquisition depends on the type of public interest defined in regulations. As well as the processes which must be taken by the government to restore the benefit received by holders of the land prior to the acquisition of land for the public purpose. The conclusions which may be taken is that the mechanism of land acquisition for the public purpose need to be further reviewed in relation to the readiness of the resettlement program which has been given to the title holder of the acquired land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Sunda Kayo, 2014
T42640
Uni Sunkay - Tesis Membership  Universitas Sunda Kayo Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>